Mukri

Headline Media Indonesia

Jakarta - Sekitar 20 orang yang tergabung dalam Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Komite Anti Penghancuran Hutan Indonesia (Kaphi), berunjuk rasa di Depan Gedung Mabes Polri, Selasa (23/2).

Mereka mendesak Polri tegas menindak penyalahgunaan wewenang penebangan hutan, di Riau dan Sumatera Utara.

"Kami minta pelaku pemberi izin penebangan hutan yang tidak sesuai, supaya ditangkap, tidak cuma kepala dinasnya saja. Kita juga mendesak supaya segera dihentikan pemberian izin itu, karena keliru," kata Manajer Regional Sumatera Walhi, Mukri, saat berunjuk rasa di depan Gedung Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (23/2).

Akibat penebangan hutan yang gencar dilakukan pengusaha-pengusaha kayu, Mukri menjelaskan, kondisi hutan di Riau dan Sumatera Utara semakin gundul. Dampak dari kejahatan itu berdampak pada ekosistem di wilayah tersebut.

"Ekosistem di situ rusak, rawa gambut yang ada di Riau rusak, dan emisi karbon semakin membesar," papar Mukri.

Sambil membentangkan spanduk bertuliskan "Berantas Segera Mafia Kehutanan", pengunjuk rasa mendesak permasalahan hutan dapat ditindak tegas oleh aparat kepolisian. Hal itu harus sejalan dengan komitmen pemerintah, yang mencanangkan gerakan satu orang satu pohon.

Selain orasi dan spanduk yang dibentangkan, aksi teatrikal juga menghiasi unjuk rasa tersebut. Aksi itu menceritakan kerusakan hutan, yang berdampak bagi kelangsungan hidup masyarakat.

PALEMBANG, - Provinsi Sumatera Selatan menduduki peringkat ketujuh dalam jumlah kasus konflik tanah se-Indonesia. Demikian dikatakan Manajer Regional Sumatera Walhi, Mukri Friatna di sela-sela diskusi bertema Kepastian dan Perlindungan Atas Tanah dan Penyelesaian Konflik untuk Pembaruan Agraria, Senin (16/11) di Palembang.

Mukri menjelaskan, sebagian besar konflik tanah di Sumsel adalah konflik petani dan perusahaan perkebunan maupun konflik petani dan pemerintah. Penyebabnya karena keberadaan tanah ulayat tidak diakui dan hak masyarakat yang sudah menggarap tanah secara turun temurun tidak diakui.

Kerusakan lingkungan tahun 2011 diperkirakan naik 70 persen. Konflik masyarakat sekitar hutan dengan perusahaan tambang dan perkebunan akan meruncing.

VHRmedia, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia memprediksi kerusakan lingkungan tahun 2011 meningkat 70 persen. Sebab, pemerintah belum berhenti memberikan izin pengelolaan hutan untuk usaha pertambangan, perkebunan, dan kayu.

”Pada 2011 masih akan terjadi peningkatan kerusakan lingkungan hidup antara 50 persen sampai 70 persen,” kata Kepala Departemen Advokasi Walhi Mukri Priyatna, Rabu (12/1).


Bandar Lampung, Senin, 30 Juni 2008 (LampostOnline): Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung terus menyoroti tindak kejahatan lingkungan hidup yang ditengarai masih berlangsung di Provinsi Lampung, namun dinilai belum memiliki mekanisme untuk menanganinya secara jelas dan tuntas.

Divisi LEFT WALHI Lampung, Tri Mulyaningsih, di Bandarlampung, Senin, mengingatkan isu pemanasan global (global warming) yang menjadi perhatian dunia internasional, kondisinya tidak jauh berbeda dengan adanya ancaman pelestarian lingkungan hidup di daerah Lampung. Ancaman terhadap lingkungan hidup di Lampung itu, mulai dari kerusakan hutan akibat praktik pembalakan liar (illegal logging) dan perambahan hutan, pengrusakan kawasan pesisir dan hutan mangrove (bakau), pencemaran sungai dan berbagai bentuk kejahatan lingkungan hidup lainnya.

JAKARTA - Wahana Lingkungan Indonesia mengutuk keras tindakan aparat Brimob yang diduga menggunakan peluru tajam ketika menembak petani Desa Sritanjung, Kagungan Dalam, Kecamatan Tanjung Raya dan Nipah Kuning Kecamatan Mesuji Kabupaten Mesuji, Lampung, yang berkonflik dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI). Peristiwa ini terjadi pada 10 November lalu.

Kepala Bidang Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Mukri mengatakan, akibat penembakan membabi buta oleh Brimob, sebanyak tujuh petani tertembak dan satu di antaranya meninggal di lokasi.